Selasa, 02 April 2013

AKHIRNYA KEINGINANKU TERKABUL JUGA



 
Ilustrasi dari http://thewingedhotelbali.wordpress.com
Hari ini ulang tahunku, aku ingin sekali membeli sepeda baru, tetapi orang tuaku belum dapat  uang. Ayahku hanya berkerja sebagai tukang becak sedangkan ibuku hanya tukang cuci baju dan itu pun ibuku terkadang tidak digaji oleh majikannya.  Penghasilan mereka setiap harinya hanya Rp.25.000, dan itu pun habis untuk biaya kebutuhan sehari-harinya juga sebagian digunakan untuk menyembukan penyakit adikku. Adikku mengindap penyakit kanker otak.
Oh iya aku belum memperkenalkan diriku, namaku Aliya Sandra Muthia biasanya di panggil Aliya, aku tidak bisa melanjutkan sekolah dan sekarang  aku membantu orang tua dengan bekerja sebagai penjual Koran. Belum lagi aku setelah pulang dari berjualan, mandi lalu pergi mengaji dimusolla bersama adikku.
Setelah sekian lama aku menabung akhirnya aku mempunyai tabungan sebesar Rp.75.500, aku sempat  putus asa tapi aku teringat pesan kakek bahwa kalau kita punya keinginan dan belum sempat tercapai berdoalah agar diberikan kemudahan. Aku sadar akan pesan kakek waktu itu aku langsung meangambil air wudhu dan salat ashar selesai salat aku berdoa.
“Ya Allah ya tuhan kami aku ingin sekali mempunyai sepeda baru tapi…… orang tuaku tidak mempunyai uang untuk membeli sepedaku”, doa Aliya yang ingin membeli sepeda baru.
Sekonyong-konyong terdengar suara orang menangis, teryata itu adikku. aku kaget sekali aku pun merasa bersalah atas ucapanku tadi.
“Kalau adikku memdengarnya permintaanku tadi ia pasti merasa bersalah banget”, gumam aku dalam hati.
Aku lalu menghampiri adikku yang sedang duduk di teras depan kamarku. Adikku yang bernama Putri Azalwa Cristiany yang biasa dipanggil Zalwa dan berumur 6 tahun.
 “Ini semua salahku kak Aliya, kakak gak bisa beli sepeda baru karena ayah dan ibu ingin mengobati aku supaya aku sembuh”, ucap Zalwa sambil menangis dan kesal.
“Adikku ini bukan salahmu, kakak memang seharusnya tidak berbicara seperti itu karena akan membuat kamu sakit hati dan kecewa”, sahut aku.
“Enggak kak……ini memang seharusnya menjadi salahku karena aku mengindap penyakit kanker otak dan biaya aku untuk sembuh itu sungguh mahal kak”, sahut Zalwa
“Kamu tidak boleh berbicara seperti itu, kamu harus bersyukur atas apa yang diberikan oleh Allah……, Zalwa”, sahut aku dengan suara lembut.
Mereka sedang bicara soal masalah tadi ibu dan ayah mereka pun mendengarnya. Orang tua Aliya dan Zalwa pun menyesalinya mereka baru menyadarinya ternyata di setiap hari ulang tahun Aliya mereka tidak pernah membelikan hadiah sekecil apapun.
Keesokan harinya ayahku mendapatkan perkerjaan yang lumayan penghasilannya sebagai montir di dekat rumah mereka. Ibuku pun mendapatkan perkerjaan sebagai baby sister. Sekarang mereka mendapatkan penhasilanya sebesar Rp.92.000. Setelah berkerja selama 3 bulan mereka bisa menambahkan uang tabungan mereka.    
Majikan ibuku mengetahui kebutuhan mendesak keluargaku. Ia lalu menyerahkan tabungan sebesar Rp.150.000.000 untuk meyekolahkan aku dan adikku dan juga mengobati penyakit adikku dengan cara dioperasi juga membelikanku sepeda baru.
keesokan harinya ayah pergi ketoko sepeda, harga sepeda yang ia beli sebesar Rp.1.350.000. Sesampainya di rumah ayah, ibu, dan adikku menghadiahkan sepeda baru untuk aku.
Aku yang sedang bermain di bawah pohon dibelakang rumah, aku mendengar suara sepeda ‘kring………….kring……………..kring………….Aliya’. Aku pun kaget dan langsung pergi ke depan rumah.
“Kejutan…………..”, sahut adiknya.
“Waw makasih………..bagus banget sepedanya, pasti harganya mahal”, sahut aku sambil kegirangan.
“Enggak usah mikirin harga ini buat kamu supaya kamu berjualan korannya tidak berjalan kaki”, sahut ayah.
“Iya makasihnya atas semuanya ayah, ibu, Zalwa tapi……….”, sahut aku dengan wajah sedih.
“Kamu kenapa Aliya, kenapa kamu sedih?”, tanya ibu.
“Enggak bu Aliya hanya mau sekolah, buat apa Aliya punya sepeda tapi gak punya ilmu”, sahut aku dengan sedih.
“Ibu dan ayah sudah menyiapkan semua itu untuk menyekolahkanmu dan adikmu juga mengobati penyakit adikmu yang tidak kunjung sembuh”, sahut ibu dengan terseyum melihat kedua putrinya.
“Yang benar………”, sahut Zalwa.
“Iya masa ayah dan ibumu bohong sih”, sahut ayah.
“Asyiks………………”, sahut mereka berbarengan.
Sedang senang-senang tiba-tiba Zalwa pingsan ayah, ibu, dan aku segera membawa Zalwa ke rumah sakit terdekat.
 Setelah diperiksa teryata penyakit adikku makin parah satu-satunya cara adalah dioperasi. Tanpa berpikir panjang ibu langsung menyuruh dokter itu agar segera mengopersinya dan membayar adminitrasinya.
Tepat jam dua siang lewat dua puluh tiga menit mereka berada di ruang operasi. Ayah menggigit bibirnya sambil mondar-mandir kesana kemari. Dua puluh lima menit kemudian dokter keluar dari ruang operasi.
“Bagaimana dok operasinya lancar-lancar saja kan?”, sahut ayah.
“Alhamdulilah operasi ini bisa berjalan dengan lancar”, sahut dokter sambil terseyum bahagia.
“Alhamdulilah………”, sahut aku, ayah, dan ibu berbarengan.
“Sekarang sudah boleh dijenguk kok silakan masuk”, sahut dokter.
“Terima kasih dok”, jawab aku.
Adikku terbaring koma di ruang ICU selama dua menit adikku terbaring dan akhirnya adikku sadar juga dengan wajah senang ayah, ibu, dan aku menatap adikku yang telah sadar dari komanya.
“Kamu sudah sadar nak, apa yang kamu rasakan saat ini?”, tanya ibu yang hawatir.
“Aku merasa lebih sehat dari yang sebelumnya”, sahut Zalwa yang terbaring diruang ICU.
“Alhamdulilah……. syukurlah kalau begitu”, sahut aku.
“Kak Aliya, gimana sepedanya kakak suka?”, tanya Zalwa.
“Iya kakak suka apalagi warna sepeda biru dan berkeranjang”, sahut aku.
Mereka semua berpelukan dan mereka sadar atas semua kebahagiaan yang takkan tergantikan.